![]() |
Gangguan Psikologis - Ekskul Movie |
Gangguan psikologis yang dialami oleh
seseorang ternyata bisa jadi ada gen penyebabnya yang bisa diturunkan selain
faktor-faktor lainnya.
Gen penyebab penyakit mental berhasil
ditemukan oleh peneliti di Skotlandia yang menjelaskan bahwa penyakit mental
bisa diturunkan dan mempengaruhi fungsi otak orang yang mengalaminya.
Gen itu tersebut yaitu ABCA13 yang
bersifat inaktif sementara pada beberapa penyakit psikologis seperti
schizophrenia, penyakit bipolar dan depresi.
Peneliti tersebut membandingkan 2.000
orang pasien psikiatrik dan 2.000 orang sehat. Dan hasilnya, gen ABCA13 banyak
ditemukan pada pasien dengan penyakit mental.
Peneliti percaya bahwa gen itu
mempengaruhi molekul lemak pada otak yang akhirnya mempengaruhi kejiwaan
seseorang. Studi ini dimuat di The American Journal of Human Genetic.
“Ini
adalah studi pertama yang menghubungkan kerusakan DNA dengan penyakit mental.
Ini bisa jadi petunjuk untuk membuat obat bagi para pasien yang punya penyakit
mental,” ujar Dr Ben Pickard
dari Edinburgh University seperti dilansir BBC, Selasa (1/12/2009)
Selain penyakit yang disebutkan diatas,
berikut beberapa penyakit gangguan psikologis yang bersifat genetik.
1.
Phenylketonuria
Phenylketonuria
merupakan penyakit kelainan yang disebabkan pembentukan asam amino phenylalanine,
yang merupakan asam amino esensial yang tidak bisa disintesa oleh tubuh tetapi
ada pada makanan. Kelebihan phenylalanine biasanya terubah ke tyrosine, asam
amino lain, dan disisihkan dari tubuh. Tanpa enzim yang mengubahnya ke
tyrosine, phenylalanine menjadi lebih berkembang di darah dan menjadi racun di
otak, menyebabkan keterlambatan mental.
PKU terjadi pada hamper semua kelompok
etnik. Jika PKU terjadi dalam keluarga dan DNA bisa dijumpai dari seorang
anggota keluarga terkena, pengambilan cairan amniotik atau pengambilan contoh
chorionic villus dengan analisa DNA bisa dilakukan untuk memutuskan apakah
janin mempunyai kelainan ataukah tidak.
Kebanyakan penyakit
ini terjadi pada bayi baru lahir yang dideteksi selama tes skrining rutin. Bayi
yang baru lahir dengan PKU jarang mempunyai gejala segera, meskipun terkadang
seorang bayi mengantuk atau makan dengan kurang baik. Jika tidak diobati, bayi
terkena secara progresif menjadi keterbelakangan mental pada tahun pertama
hidup mereka dimana akhirnya akan menjadi parah. Gejala lain termasuk pusing,
mual dan muntah, bercak seperti eksim, kulit tipis dan rambut dibandingkan
anggota keluarga mereka, agresif atau berprilaku membahayakan dirinya, hiperaktif,
terkadang mengalami gejala psikiatrik. Anak yang tidak diobati sering mengeluarkan
bau tubuh dan air kencing "mousy" akibat hasil sampingan
phenylalanine (phenylacetic asam) di air kencing dan keringat mereka yang
menderita penyakit ini.
2.
Penyakit
Tay-Sachs
Penyakit Tay-Sachs
(disingkat TSD, dikenal juga sebagai GM2 gangliosidosis atau Hexosaminidase
defisiensi A) merupakan suatu kelainan genetik resesif autosom. Dalam varian
yang paling umum dikenal sebagai kekanak penyakit Tay-Sachs ini menyajikan
dengan kerusakan tanpa henti dari kemampuan mental dan fisik yang dimulai pada
usia 6 bulan dan biasanya menyebabkan kematian pada usia empat.
Hal ini disebabkan
oleh cacat genetik dalam gen tunggal dengan satu salinan gen cacat dari yang
diwariskan dari setiap orangtua mereka. Penyakit ini terjadi ketika jumlah
berbahaya dari Gangliosida terakumulasi dalam sel-sel saraf otak, akhirnya
mengarah pada kematian dini sel-sel. Untuk saat ini tidak ada obat atau
pengobatan terhadap penyakit yang satu ini.
Penyakit Tay-Sachs
merupakan penyakit yang langka. Gangguan autosomal lain seperti cystic fibrosis
dan anemia sel sabit jauh lebih umum.
Penyakit ini dinamai
setelah dokter mata Tay Warren Inggris yang merupakan orang yang pertama kali
menggambarkan titik merah pada retina mata pada tahun 1881, dan neurolog
Amerika Bernard Sachs dari Rumah Sakit Mount Sinai yang menggambarkan perubahan
seluler Tay-Sachs dan mencatat peningkatan prevalensi di Yahudi Eropa Timur
(Ashkenazi) populasi pada tahun 1887.
Penelitian di akhir
abad 20 menunjukkan bahwa penyakit Tay-Sachs disebabkan oleh mutasi genetik
pada gen pada kromosom 15 hexa. Sejumlah besar mutasi Hexa telah ditemukan, dan
yang baru masih sedang dilaporkan. Mutasi ini mencapai frekuensi yang
signifikan dalam beberapa populasi. Perancis, Kanada Tenggara dan Quebec
memiliki frekuensi pembawa sama dengan Yahudi Ashkenazi, tetapi mereka membawa
mutasi yang berbeda. Banyak Cajun Louisiana selatan membawa mutasi yang sama
yang paling umum dalam Yahudi Ashkenazi. Kebanyakan mutasi hexa yang langka,
dan tidak terjadi pada populasi terisolasi secara genetik. Penyakit ini
berpotensi dapat terjadi dari warisan dua mutasi gen yang tidak terkait dalam
hexa.
TSD merupakan gangguan genetik autosom
resesif, yang berarti bahwa ketika kedua orangtua adalah pembawa, ada risiko
25% melahirkan anak pun akan ikut terkena penyakit tersebut.
3.
Schizophrenia
Schizophrenia adalah
salah satu penyakit mental yang lebih sering menyerang pada remaja atau awal
usia dewasa. Akan tetapi hal ini sering tidak disadari oleh penderita maupun
orang disekitarnya karena menganggap itu sebagai bagian dari proses penyesuaian
diri.
Schizophrenia merupakan
kumpulan kelainan otak dimana membuat
orang yang menderitanya menafsirkan kenyataan secara berbeda. Schizophrenia bisa
menimbulkan halusinasi, delusi, dan penyimpangan cara berpikir serta perilaku.
Kondisi ini membuat penderitanya secara pelan kehilangan kemampuan untuk bisa
hidup berbaur dengan orang lain dan merawat dirinya sendiri. Banyak orang
menganggap orang yang mengalami schizophrenia memiliki kepribadian ganda. Kata
‘schizophrenia’ sendiri memang berarti ‘pemikiran yang terpisah’, namun
sebenarnya penyakit ini lebih condong kepada gangguan keseimbangan emosi dan
cara berpikir. Schizophrenia adalah kondisi kronis yang memerlukan perawatan
seumur hidup orang yang mengalaminya.
Walaupun penyebabnya
masih belum jelas, tapi ada beberapa hal yang meningkatkan risiko munculnya
schizophrenia. Faktor-faktornya antara lain :
·
Riwayat
schizophrenia di keluarga.
·
Terpapar
virus dan racun, atau mengalami malnutrisi ketika masih di rahim. Terutama di
trimester pertama dan kedua.
·
Stres.
·
Mengonsumsi
obat-obatan psikoaktif pada masa remaja dan dewasa muda.
·
Jarak
umur yang cukup jauh dengan orang tua.
4.
Gangguan Mental
Gangguan mental
disebabkan karena adanya gangguan saraf. Penyakit ini disebabkan kadar asam
fenil piruvat yang ada di dalam darah terlalu tinggi. Kelainan mental ini
dikendalikan oleh gen yang mengatur pembentukan protein enzim. Penderita
memiliki pasangan alel gen-gen relatif homozigot yang diwariskan oleh kedua
orang tua heterozigot yang penampakannya normal.
5.
Gangguan bipolar
Gangguan Bipolar
merupakan gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai
dengan terjadinya perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa depresi dan
mania. Suasana hati penderitanya bisa berganti secara tiba-tiba antara dua
kutub (bipolar) yang berlawanan, yakni: kebahagiaan (mania) dan kesedihan
(depresi) yang ekstrim.
Setiap orang pada
umumnya pasti pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan juga suasana
hati yang buruk (mood low). Namun, seseorang yang menderita gangguan bipolar
memiliki ayunan perasaan (mood swings) yang ekstrim dengan pola perasaan yang
mudah berubah secara drastic tidak seperti orang pada umumnya.
Genetika bawaan
merupakan faktor umum penyebab gangguan bipolar. Seseorang yang lahir dari
orang tua yang salah satunya merupakan penderita gangguan bipolar, akan
memiliki risiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Jika kedua
orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan
bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan
bipolar memiliki risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini
daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis
pada gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar.
Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga dari pasien
yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan suasana
hati.
6.
Depresi
Depresi merupakan
penyakit yang sangat kompleks dan terjadi karena berbagai alasan. Beberapa
orang mengalami depresi saat terkena penyakit medis yang serius. Beberapa yang
lain mungkin mengalami depresi karena terjadinya perubahan hidup seperti berpindah
tempat tinggal atau kematian orang yang disayangi. Ada juga yang memiliki
riwayat keluarga depresi, sehingga mereka mungkin mengalami depresi dan
merasakan kesedihan dan kesepian tanpa alasan yang jelas.
Salah satu faktor
terjadinya depresi yaitu factor Genetik. Riwayat keluarga yang memiliki depresi
dapat meningkatkan risiko depresi. Hal ini karena diperkirakan depresi
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Para peneliti telah
mencatat perbedaan dalam otak penderita depresi dibandingkan dengan yang tidak
depresi. Misalnya hippocampus, yaitu bagian kecil dari otak yang berperan penting
untuk menyimpan memori, tampaknya lebih kecil pada orang dengan riwayat depresi
dibandingkan orang yang tidak pernah depresi.
Hippocampus yang
lebih kecil memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat
kimia otak yang menenangkan, dikenal sebagai neurotransmitter yang memungkinkan
komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh. Diperkirakan juga bahwa
norepinefrin neurotransmitter mungkin terlibat dalam depresi.
Para ilmuwan belum
mengetahui dengan pasti mengapa hippocampus lebih kecil pada orang dengan
depresi. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa hormon stres kortisol
diproduksi secara berlebihan pada orang depresi. Peneliti tersebut percaya
bahwa kortisol memiliki efek toksik atau beracun bagi hippocampus. Sedangkan
beberapa ahli berteori bahwa penderita depresi lahir dengan hippocampus lebih
kecil dan karena itu cenderung untuk menderita depresi.
Satu hal yang sudah
pasti yaitu depresi merupakan penyakit kompleks dengan banyak faktor. Pindai
dan studi kimia otak terbaru dari efek penggunaan antidepresan, telah
memberikan perluasan pemahaman mengenai proses biokimia yang terlibat dalam
depresi. Seiring dengan peneliti lebih memahami penyebab depresi, maka
profesional kesehatan akan dapat membuat diagnosis yang lebih baik dan pada
akhirnya dapat meresepkan rencana pengobatan yang lebih efektif.
Dikatakan Depresi
merupakan penyakit menurun dari keluarga keluarga sehingga menunjukkan bahwa ada hubungan antara genetik
dengan depresi. Anak, saudara, dan orang tua dari penderita depresi berat, jauh
lebih mungkin untuk menderita depresi dibandingkan yang tidak. Banyak gen
berinteraksi satu sama lain dengan cara khusus, yang mungkin berkontribusi pada
berbagai jenis depresi yang berjalan dalam keluarga. Meskipun begitu, waloau
semua bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan depresi,
para ilmuwan masih belum mampu mengidentifikasi gen “depresi”.
www.psikologika.com
No comments:
Post a Comment