Breaking News
recent

Jangan Lupa Subscribe YouTube kami

Berbagai Macam Jenis Gangguan Psikologis-Fisiologis Yang Bersifat Genetik

Penyakit Fisiologis
Gangguan Psikologis - Ekskul Movie
Gangguan psikologis yang dialami oleh seseorang ternyata bisa jadi ada gen penyebabnya yang bisa diturunkan selain faktor-faktor lainnya.
Gen penyebab penyakit mental berhasil ditemukan oleh peneliti di Skotlandia yang menjelaskan bahwa penyakit mental bisa diturunkan dan mempengaruhi fungsi otak orang yang mengalaminya.
Gen itu tersebut yaitu ABCA13 yang bersifat inaktif sementara pada beberapa penyakit psikologis seperti schizophrenia, penyakit bipolar dan depresi.
Peneliti tersebut membandingkan 2.000 orang pasien psikiatrik dan 2.000 orang sehat. Dan hasilnya, gen ABCA13 banyak ditemukan pada pasien dengan penyakit mental.
Peneliti percaya bahwa gen itu mempengaruhi molekul lemak pada otak yang akhirnya mempengaruhi kejiwaan seseorang. Studi ini dimuat di The American Journal of Human Genetic.
“Ini adalah studi pertama yang menghubungkan kerusakan DNA dengan penyakit mental. Ini bisa jadi petunjuk untuk membuat obat bagi para pasien yang punya penyakit mental,” ujar Dr Ben Pickard dari Edinburgh University seperti dilansir BBC, Selasa (1/12/2009)
Selain penyakit yang disebutkan diatas, berikut beberapa penyakit gangguan psikologis yang bersifat genetik.
1.      Phenylketonuria

Phenylketonuria merupakan penyakit kelainan yang disebabkan pembentukan asam amino phenylalanine, yang merupakan asam amino esensial yang tidak bisa disintesa oleh tubuh tetapi ada pada makanan. Kelebihan phenylalanine biasanya terubah ke tyrosine, asam amino lain, dan disisihkan dari tubuh. Tanpa enzim yang mengubahnya ke tyrosine, phenylalanine menjadi lebih berkembang di darah dan menjadi racun di otak, menyebabkan keterlambatan mental.
PKU terjadi pada hamper semua kelompok etnik. Jika PKU terjadi dalam keluarga dan DNA bisa dijumpai dari seorang anggota keluarga terkena, pengambilan cairan amniotik atau pengambilan contoh chorionic villus dengan analisa DNA bisa dilakukan untuk memutuskan apakah janin mempunyai kelainan ataukah tidak.
Kebanyakan penyakit ini terjadi pada bayi baru lahir yang dideteksi selama tes skrining rutin. Bayi yang baru lahir dengan PKU jarang mempunyai gejala segera, meskipun terkadang seorang bayi mengantuk atau makan dengan kurang baik. Jika tidak diobati, bayi terkena secara progresif menjadi keterbelakangan mental pada tahun pertama hidup mereka dimana akhirnya akan menjadi parah. Gejala lain termasuk pusing, mual dan muntah, bercak seperti eksim, kulit tipis dan rambut dibandingkan anggota keluarga mereka, agresif atau berprilaku membahayakan dirinya, hiperaktif, terkadang mengalami gejala psikiatrik. Anak yang tidak diobati sering mengeluarkan bau tubuh dan air kencing "mousy" akibat hasil sampingan phenylalanine (phenylacetic asam) di air kencing dan keringat mereka yang menderita penyakit ini.

2.      Penyakit Tay-Sachs
Penyakit Tay-Sachs (disingkat TSD, dikenal juga sebagai GM2 gangliosidosis atau Hexosaminidase defisiensi A) merupakan suatu kelainan genetik resesif autosom. Dalam varian yang paling umum dikenal sebagai kekanak penyakit Tay-Sachs ini menyajikan dengan kerusakan tanpa henti dari kemampuan mental dan fisik yang dimulai pada usia 6 bulan dan biasanya menyebabkan kematian pada usia empat.
Hal ini disebabkan oleh cacat genetik dalam gen tunggal dengan satu salinan gen cacat dari yang diwariskan dari setiap orangtua mereka. Penyakit ini terjadi ketika jumlah berbahaya dari Gangliosida terakumulasi dalam sel-sel saraf otak, akhirnya mengarah pada kematian dini sel-sel. Untuk saat ini tidak ada obat atau pengobatan terhadap penyakit yang satu ini.
Penyakit Tay-Sachs merupakan penyakit yang langka. Gangguan autosomal lain seperti cystic fibrosis dan anemia sel sabit jauh lebih umum.
Penyakit ini dinamai setelah dokter mata Tay Warren Inggris yang merupakan orang yang pertama kali menggambarkan titik merah pada retina mata pada tahun 1881, dan neurolog Amerika Bernard Sachs dari Rumah Sakit Mount Sinai yang menggambarkan perubahan seluler Tay-Sachs dan mencatat peningkatan prevalensi di Yahudi Eropa Timur (Ashkenazi) populasi pada tahun 1887.
Penelitian di akhir abad 20 menunjukkan bahwa penyakit Tay-Sachs disebabkan oleh mutasi genetik pada gen pada kromosom 15 hexa. Sejumlah besar mutasi Hexa telah ditemukan, dan yang baru masih sedang dilaporkan. Mutasi ini mencapai frekuensi yang signifikan dalam beberapa populasi. Perancis, Kanada Tenggara dan Quebec memiliki frekuensi pembawa sama dengan Yahudi Ashkenazi, tetapi mereka membawa mutasi yang berbeda. Banyak Cajun Louisiana selatan membawa mutasi yang sama yang paling umum dalam Yahudi Ashkenazi. Kebanyakan mutasi hexa yang langka, dan tidak terjadi pada populasi terisolasi secara genetik. Penyakit ini berpotensi dapat terjadi dari warisan dua mutasi gen yang tidak terkait dalam hexa.
TSD merupakan gangguan genetik autosom resesif, yang berarti bahwa ketika kedua orangtua adalah pembawa, ada risiko 25% melahirkan anak pun akan ikut terkena penyakit tersebut.




3.      Schizophrenia

Schizophrenia adalah salah satu penyakit mental yang lebih sering menyerang pada remaja atau awal usia dewasa. Akan tetapi hal ini sering tidak disadari oleh penderita maupun orang disekitarnya karena menganggap itu sebagai bagian dari proses penyesuaian diri.
Schizophrenia merupakan kumpulan kelainan otak dimana  membuat orang yang menderitanya menafsirkan kenyataan secara berbeda. Schizophrenia bisa menimbulkan halusinasi, delusi, dan penyimpangan cara berpikir serta perilaku. Kondisi ini membuat penderitanya secara pelan kehilangan kemampuan untuk bisa hidup berbaur dengan orang lain dan merawat dirinya sendiri. Banyak orang menganggap orang yang mengalami schizophrenia memiliki kepribadian ganda. Kata ‘schizophrenia’ sendiri memang berarti ‘pemikiran yang terpisah’, namun sebenarnya penyakit ini lebih condong kepada gangguan keseimbangan emosi dan cara berpikir. Schizophrenia adalah kondisi kronis yang memerlukan perawatan seumur hidup orang yang mengalaminya.

Walaupun penyebabnya masih belum jelas, tapi ada beberapa hal yang meningkatkan risiko munculnya schizophrenia. Faktor-faktornya antara lain :
·        Riwayat schizophrenia di keluarga.
·        Terpapar virus dan racun, atau mengalami malnutrisi ketika masih di rahim. Terutama di trimester pertama dan kedua.
·        Stres.
·        Mengonsumsi obat-obatan psikoaktif pada masa remaja dan dewasa muda.
·        Jarak umur yang cukup jauh dengan orang tua.

4.     Gangguan Mental
Gangguan mental disebabkan karena adanya gangguan saraf. Penyakit ini disebabkan kadar asam fenil piruvat yang ada di dalam darah terlalu tinggi. Kelainan mental ini dikendalikan oleh gen yang mengatur pembentukan protein enzim. Penderita memiliki pasangan alel gen-gen relatif homozigot yang diwariskan oleh kedua orang tua heterozigot yang penampakannya normal.

5.      Gangguan bipolar
Gangguan Bipolar merupakan gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan terjadinya perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa depresi dan mania. Suasana hati penderitanya bisa berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan, yakni: kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim.
Setiap orang pada umumnya pasti pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan juga suasana hati yang buruk (mood low). Namun, seseorang yang menderita gangguan bipolar memiliki ayunan perasaan (mood swings) yang ekstrim dengan pola perasaan yang mudah berubah secara drastic tidak seperti orang pada umumnya.
Genetika bawaan merupakan faktor umum penyebab gangguan bipolar. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan penderita gangguan bipolar, akan memiliki risiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Jika kedua orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan suasana hati.

6.     Depresi
Depresi merupakan penyakit yang sangat kompleks dan terjadi karena berbagai alasan. Beberapa orang mengalami depresi saat terkena penyakit medis yang serius. Beberapa yang lain mungkin mengalami depresi karena terjadinya perubahan hidup seperti berpindah tempat tinggal atau kematian orang yang disayangi. Ada juga yang memiliki riwayat keluarga depresi, sehingga mereka mungkin mengalami depresi dan merasakan kesedihan dan kesepian tanpa alasan yang jelas.
Salah satu faktor terjadinya depresi yaitu factor Genetik. Riwayat keluarga yang memiliki depresi dapat meningkatkan risiko depresi. Hal ini karena diperkirakan depresi diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Para peneliti telah mencatat perbedaan dalam otak penderita depresi dibandingkan dengan yang tidak depresi. Misalnya hippocampus, yaitu bagian kecil dari otak yang berperan penting untuk menyimpan memori, tampaknya lebih kecil pada orang dengan riwayat depresi dibandingkan orang yang tidak pernah depresi.
Hippocampus yang lebih kecil memiliki reseptor serotonin lebih sedikit. Serotonin adalah zat kimia otak yang menenangkan, dikenal sebagai neurotransmitter yang memungkinkan komunikasi antara saraf di otak dengan tubuh. Diperkirakan juga bahwa norepinefrin neurotransmitter mungkin terlibat dalam depresi.
Para ilmuwan belum mengetahui dengan pasti mengapa hippocampus lebih kecil pada orang dengan depresi. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa hormon stres kortisol diproduksi secara berlebihan pada orang depresi. Peneliti tersebut percaya bahwa kortisol memiliki efek toksik atau beracun bagi hippocampus. Sedangkan beberapa ahli berteori bahwa penderita depresi lahir dengan hippocampus lebih kecil dan karena itu cenderung untuk menderita depresi.
Satu hal yang sudah pasti yaitu depresi merupakan penyakit kompleks dengan banyak faktor. Pindai dan studi kimia otak terbaru dari efek penggunaan antidepresan, telah memberikan perluasan pemahaman mengenai proses biokimia yang terlibat dalam depresi. Seiring dengan peneliti lebih memahami penyebab depresi, maka profesional kesehatan akan dapat membuat diagnosis yang lebih baik dan pada akhirnya dapat meresepkan rencana pengobatan yang lebih efektif.
Dikatakan Depresi merupakan penyakit menurun dari keluarga keluarga sehingga  menunjukkan bahwa ada hubungan antara genetik dengan depresi. Anak, saudara, dan orang tua dari penderita depresi berat, jauh lebih mungkin untuk menderita depresi dibandingkan yang tidak. Banyak gen berinteraksi satu sama lain dengan cara khusus, yang mungkin berkontribusi pada berbagai jenis depresi yang berjalan dalam keluarga. Meskipun begitu, waloau semua bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan depresi, para ilmuwan masih belum mampu mengidentifikasi gen “depresi”.



www.psikologika.com
Admin Psikologika

Admin Psikologika

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.